Nama : Handaru Tri Hartantyo
Npm : 13211180
Kelas : 2EA12
Npm : 13211180
Kelas : 2EA12
Universitas Gunadarma
1. Sejarah
Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Sejarah perkembangan hak asasi manusia
(HAM) di Indonesia sudah ada sejak lama. Indonesia adalah negara berdasarkan
hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas
di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung pengertian
setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak ada
satu pun yang mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum.
Salah satu tujuan hukum adalah untuk
menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan masyarakat, sedangkan keadilan
adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak asasi manusia dan hukum adalah
keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Keterkaitan
antara hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam
pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam persoalan hukum dan harus
diatur melalui ketentuan hukum.
Dalam negara kesatuan RI sumber dari
tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan suatu produk hukum
haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu
falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya
hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup
bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.
Mengenai persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa
manusia sebagai mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan
martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan
mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan
keselarasan hubungan:
- Antara manusia dengan penciptanya.
- Antara manusia dengan manusia.
- Antara manusia dengan masyarakat dan negara.
- Antara manusia dengan lingkungannya.
- Antara manusia dalam hubungan antar bangsa.
Maka dapat dilihat kritetia hak asasi
manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban asasi manusia, dimana hak
dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai karunia Tuhan yang mutlak
diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara berdasrkan
Pancasila dan UUD tahun 1945.
Di samping Pancasila sebagai landasan
filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam
membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat secara keseluruhan artinya melihat
UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Pembukaan UUD
tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber inspirasi cita-cita hukum,
cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm Indonesia.
Thomas Hobbes mengatakan bahwa “setiap
bangsa cenderung mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan manusia
dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk mempertahankan hidup
serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”. Pandangannya ini
sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan hidupnya sendiri
sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan indikasi bahwa
Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan Indonesia telah
melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam kancah internasional
baik di dalam maupun di luar forum PBB.
Peran Indonesia dalam perjuangan hak asasi
internasional sejalan dengan tekad bangsa Inodnesia yang tertuang dalam
Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia
telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan hak-hak asasi manusia di forum
internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.
Salah satu peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya
Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam
PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada
tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan sikap
negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi:
- Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB
- Penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua Negara
- Pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil
- Tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari lain
- Penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam PBB
- Menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan terhadap negara lain
- Menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap Negara
- Menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB
- Menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional.
- Menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan HAM
telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang menjadi
hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di Indonesia.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali
dari akar budaya bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM
Internasional (The Universal Declaration of Human Rights 1948).
Di dunia ini terdapat perbedaan-perbedaan
yang menyolok di berbagai bidang seperti di tingkat internasional dikenal
negara maju, negara berkembang dan negara miskin, negara adikuasa dengan dunia
ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan di tingkat nasional pun
terdapat hal-hal yang berbeda.
Dalam konterks Pembukaan UUD tahun 1945
dapat dililhat bahwa bersirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil
perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka.
Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk
menjunjung tinggi HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan
pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari
penjajahan itu akan diisi dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa
dengan:
- Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- Memajukan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan tersebut dilandasi oleh falsafah
hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban asasi seluruh warga negara
Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar yang melandasi segala hukum
dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti Pancasila menjadi titik
tolak pikir dan tindakan termasuk dalam merumuskan semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena Pancasila merupakan akar
filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku yang memiliki berbagai macam corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan
orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat
dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia
yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun
kebudayaan yang sudah modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain.
Selain itu, Pancasila juga mempunyai nilai historis yang mencerminkan
perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dengan pengorbanan baik harta maupun
jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang
diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah dalam upaya melepaskan diri dari
belunggu penjajahan. Perjuangan yang memperlihatkan dinamika bangsa yang
memberikan khas corak yang khas bagi Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang
ingin kemerdekaan dan kemandirian. Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai
prinsip utama.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang
disebut HAM yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa. Hak tersebut tidak dapat diingkari. Dilihat dari pilihan yang
telah ditetapkan bersama terutama dari Bapak Pendiri Bangsa (The Founding
Father) yang bercita-cita terbentuknya negara hukum yang demokratik, maka jiwa
atau roh negara hukum demokratik tersebut ada sejauh mana hak asasi itu
dijalani dan dihormati. Apabila dilihat UUD sebelum diamandemen, hak asasi
tidak tercantum dalam suatu piagam yang terpisah melainkan tersebar dalam
beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan diumumkan secara singkat. Karena situasi
yang mendesak pada pendudukan Jepang tidak ada waktu untuk membicarakan HAM
lebih dalam. Lagipula, waktu UUD 1945 dibuat Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB
belum lahir, HAM diatur di Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam
Batang Tubuh yaitu pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31,
pasal 33, dan pasal 34.
Dari kajian pasal-pasal tersebut dikemukakan:
- HAM itu meliputi baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. HAM/ warganegara yang bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat (2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30 tidak termasuk dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan demikian HAM yang timbul karena hukum (legal rights).
- HAM yang berkenaan dengan semua orang yang berkedudukan sebagai penduduk tidak dirumuskan dengan hak melainkan dengan kemerdekaan. Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat (2).
- HAM yang berkenaan dengan warga negara Indonesia dengan tegas dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat (1) dan pasal 31 ayat (1).
- Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan kebutuhan hidup)
- Belum/tidak adanya hukum atau peraturan positif aplikasi dalam kehidupan bernegara.
HAM di Indonesia sebagai pemikiran
paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM
bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan
yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu,
pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode
kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI
mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat
perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara
Barat.
Di lain pihak, Muhammad Hatta khawatir
jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat tidak
akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih pada masa sidang II, terjadi
perdebatan langsung antara para tokoh tersebut. Dalam rancangan undang-undang
dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad Hatta tidak menemukan pasal
tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,” Saya menginginkan
pasal-pasal yang mengakui HAM”.
Namun Soepomo menapik Muhammad Hatta,
pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena hanya akan memberikan peluang
kepada paham individualisme, perseorangan, padahal kita ingin kekeluargaan,
katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo didukung oleh Soekarno sedangkan
Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.
Akhirnya para pendiri Republik Indonesia
dengan jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka lahirlah pasal 27, pasal 28 dan
pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa
sejak awal pendekatan musyawarah mufakat sudah muncul sebagai fakta-fakta
sejarah yang menyangkut proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan
oleh Muhammad Yamin.
Di Indonesia HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam:
- UUD tahun 1945
- Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM
- Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM
- Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
- Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993
- Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990
- Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984.
- Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998.
- Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998.
- Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999.
Sehubungan dengan hak-hak diatas untuk
menciptakan dan mencapai cita-cita yang diinginkan oleh Bapak Pendiri Negara
kita maka perlulah ada pengaturan mengenai HAM itu sendiri yang mana dapat
dilihat sebagai berikut:
Dalam Pancasila
- Ketuhanan Yang Maha Esa Kesadaran masyarakat Indonesia akan perbedaan agama yang terdapat dalam kesehariannya dikembangkan dengan adanya toleransi antar umat beragama dan juga hormat menghormati antara pemeluk agama aliran kepercayaan yang berbeda-beda.
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Dengan sila ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa membedakan suku, agama dan kepercayaan dan jenis kelamin.
- Persatuan Indonesia Dalam sila ini manusia menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Dalam sila ini manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tampak jelas dari sistem perwakilan rakyat.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila ini maka mansuia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial.
Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD tahun 1945
UUD tahun 1945 sudah memuat beberapa hak
asasi manusai baik dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh.
Di dalam pembukanya yaitu mulai dari alinea I sampai alinea IV semuanya
mengatur tentang HAM, sedangkan dalam Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM diatur
dalam pasal:
- Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa negara kita adalah negara yang demokratik negara yang tidak mengakui absolutisme yaitu bersifat sewenang-wenang oleh sebab itu ketentuan ini mengakui hak manusia.
- Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu pasal yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Pasal ini menentukan persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan, persamaan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 28 yaitu yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat.
HAM dalam peraturan perundang-undangan yaitu:
- Dalam KUHP yaitu hak manusia tercantum dengan dianutnya asas legalitas.
- Dalam BW yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya.
- UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
- UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP yang mengatur tentang perlindungan HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi maupun rehabilitasi.
- UU No 9 tahun 1986 yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam undang-undang ini pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi juga terdapat pengaturan dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TUN (Tata Usaha Negara).
- UU No 39 tahun 1999 tentang HAM
- UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan terhadap Pelanggaran HAM.
2. Pasal” yg Terdapat Di Dalam Bab 10A UUD 1945 Tentang Hak Asasi Manusia
v Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan
kehidupannya (Pasal 28 A)
v Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B Ayat 1)
v Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
v Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasar (Pasal 28 C Ayat 1)
v Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat
1)
v Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif (Pasal 28 C Ayat 2)
v Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian
hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
v Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
v Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan (Pasal 28 D Ayat 3)
v Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
v Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah
menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
v Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
v Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
v Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
v Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
v Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
v Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi
(Pasal 28 F)
v Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G Ayat 1)
v Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
manusia (Pasal 28 G Ayat 1)
v Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
v Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat
1)
v Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H
Ayat 1)
v Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna
mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
v Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
v Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih
sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28 H Ayat 4)
v Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut (retroaktif) (Pasal 28 I Ayat 1)
v Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar
apa pun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28
I Ayat 2)
v Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional (Pasal 28 I Ayat 3)
3. Menurut Anda Apakah Peran hukum Di Indonesia Sudah Berjalan
Dengan Baik ? dan beserta contohnya !
Menurut saya peran hukum di
indonesia belum berjalan dgn baik bahkan dapat di kategorikan berjalan dgn
buruk karena keadilan hukum di negeri ini hanya berpihak kpd kelas atas yakni
orang” yg memiliki kekuasaan baik itu
secara jabatan dan harta. Sedangkan utk kelas menengah keadilan hukum tak
memihak, kalau pun memihak uang ikut bercampur tangan dlm proses hukum, terlebih
lagi utk kelas bawah. Keadlian hukum di Negeri ini dapat di beli dengan uang,
sungguh sangat mengenaskan Negeri ini.
Contoh kasusnya :
Seperti kasus yg menimpa
seorang wanita lansia yang dituduh
mencuri sebatang singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak
lelakinya kelaparan, dan cucunya sakit parah. Tapi laki-laki pemilik kebun
tetap pada tuntutannya karena singkongnya di curi si nenek, dengan dalih supaya
menjadi contoh bagi masyarakat lainnya.
Sang Hakim menarik nafas. dan
berkata, “saya mohon maaf, bu”, sambil menatap nenek itu.
”Saya tidak bisa membuat pengecualian hukum, karna hukum tetap hukum, jadi mau tidak mau anda harus dihukum. Saya mendenda anda dengan uang sebanyak 2 juta dan jika anda tidak sanggup membayar denda maka nenek harus meringkuk di penjara selama 3,5 tahun, seperti tuntutan jaksa”.
Nenek itu tertunduk lemas, hatinya sedih dan kecewa. Tapi tiba-tiba hakim melepaskan topi toganya, membuka dompetnya mengeluarkan uang sebanyak satu juta dan memasukan uang tersebut kedalam topi toganya serta berkata kepada orang-orang yang berada di ruang sidang.
"Saya atas nama pengadilan, kepada segenap yang hadir di tempat sidang ini menjatuhkan denda sebesar 60.000 rupiah, karena tinggal di kota ini, dan membiarkan saudaranya kelaparan sampai harus mengambil barang orang lain tanpa izin, untuk membeli obat dan membeli makanan bagi cucunya yang sedang sakit. Saudara-saudara, tolong kumpulkan dari semua warga yang hadir dendanya ke dalam topi toga yang saya miliki ini lalu berikan semua hasil uang yang telah di kumpulkan kepada terdakwa!”
Sebelum palu di pukulkan tiga kali nenek itu telah mendapatkan uang sebanyak Rp 4,5 juta dan satu juta telah dibayarkan ke panitera pengadilan untuk melunasi dendanya. Setelah itu sang Nenek pulang dengan raut wajah ceria dan terharu dengan membawa sisa uang termasuk uang 60 ribu rupiah yang dibayarkan oleh pemilik kebun yang menuntutnya, kemudian membeli obat serta makanan untuk anak dan cucunya.
”Saya tidak bisa membuat pengecualian hukum, karna hukum tetap hukum, jadi mau tidak mau anda harus dihukum. Saya mendenda anda dengan uang sebanyak 2 juta dan jika anda tidak sanggup membayar denda maka nenek harus meringkuk di penjara selama 3,5 tahun, seperti tuntutan jaksa”.
Nenek itu tertunduk lemas, hatinya sedih dan kecewa. Tapi tiba-tiba hakim melepaskan topi toganya, membuka dompetnya mengeluarkan uang sebanyak satu juta dan memasukan uang tersebut kedalam topi toganya serta berkata kepada orang-orang yang berada di ruang sidang.
"Saya atas nama pengadilan, kepada segenap yang hadir di tempat sidang ini menjatuhkan denda sebesar 60.000 rupiah, karena tinggal di kota ini, dan membiarkan saudaranya kelaparan sampai harus mengambil barang orang lain tanpa izin, untuk membeli obat dan membeli makanan bagi cucunya yang sedang sakit. Saudara-saudara, tolong kumpulkan dari semua warga yang hadir dendanya ke dalam topi toga yang saya miliki ini lalu berikan semua hasil uang yang telah di kumpulkan kepada terdakwa!”
Sebelum palu di pukulkan tiga kali nenek itu telah mendapatkan uang sebanyak Rp 4,5 juta dan satu juta telah dibayarkan ke panitera pengadilan untuk melunasi dendanya. Setelah itu sang Nenek pulang dengan raut wajah ceria dan terharu dengan membawa sisa uang termasuk uang 60 ribu rupiah yang dibayarkan oleh pemilik kebun yang menuntutnya, kemudian membeli obat serta makanan untuk anak dan cucunya.
Kasus di atas sangat memprihatinkan, tapi utk
seorang penguasa politik yg melakukan korupsi, dia tak di beratkan kasusnya,
seperti kita ketahui orang2 yg korupsi di negeri ini sepertinya hidup mereka
tenang2 saja, walaupun mereka hidup di penjara. Penjara yg mereka diami
memiliki fasilitas yg tak wajar, ada AC, TIVI, dan lain2nya seperti hotel,
bahkan ada yg sampai di hukum hanya beberapa bulan atau tahun tapi dgn uang
mereka yg banyak, mereka beli hukum di Indonesia ini sehingga hukuman mereka
berkurang. Begitulah Negeri ini, hukum dapat di beli dgn uang.
1 komentar:
makasih.... blog anda sangat membantu
Posting Komentar